Sabtu, 22 Januari 2011

Pengaruh KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia

Pada saat ini, istilah KKN sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh banyaknya kasus-kasus yang terjadi di negara ini yang mencerminkan tindakan dari KKN itu sendiri. KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme)merupakan suatu permasalahan yang sangat krusial yang harus segera diselesaikan oleh para aparatur negara yang didukung oleh segenap masyarakat Indonesia, karena dampak yang ditimbulkan dari kkn tersebut bersifat menyeluruh dan merugikan seluruh masyarakat.
Kasus KKN di Indonesia tergolong cukup tinggi karena tidak hanya terjadi pada masyarakat tingkat atas tetapi masyarakat bawah pun seringkali melakukan apa yang disebut dengan istilah KKN. Hal ini yang menimbulkan suatu pemikiran, apakah saat ini KKN sudah menjadi budaya yang melekat dalam diri masyarakat Indonesia sehingga terjadinya KKN dilingkungan masyarakat sudah dianggap hal yang biasa?. Paragidma ini yang harus dihapus dari pemikiran masyarakat Indonesia, karena dengan dukungan seluruh masyarakat, praktek KKN yang terjadi akan segera dapat diatasi.
Praktek KKN yang sekarang sedang terjadi di negara kita, sangat berpengaruh terhadap perkembangan bisnis di Indonesia, karena KKN ini menyebabkan orang kaya semakin kaya dan orang miskin semakin terpuruk. KKN ini dapat menghambat perkembangan perekonomian Indonesia karena pendapatan yang seharusnya diperoleh oleh negara menjadi lebih kecil dari yang seharusnya dapat dicapai contohnya masalah mafia pajak Gayus Tambunan.
Menurut Theodore M. Smith, penyebab terjasinya KKN diantaranya gaji aparat birkrasi yang rendah, sikap mental yang rendah, buruknya kondisi ekonomi secara umum, administrasi lemah dan pengawasan yang kurang. Secara umum keempat penyebab tersebut saling berhubungan dan berpengaruh satu sama lain.
Bila dicermati dari penyebab tersebut, sikap mental masyarakat merupakan hal yang paling dominan menjadi penyebab terjadinya praktek KKN. Sikap mental yang rendah dan adanya kesempatan, KKN di Indonesia tidak akan pernah berakhir dan akan terus terjadi di Indonesia.
KKN merupakan permasalahan yang menyangkut aspek mendasar yaitu sikap mental bangsa Indonesia, maka masyarakat di negara ini harus dapat memperbaiki dan melakukan perubahan terhadap individu masing-masing untuk menjadi pribadi dan masyarakat antikorupsi.

Kamis, 20 Januari 2011

Analisa Hubungan Birokrasi Negara Maju dengan Negara Berkembang

Kata “birokrasi” dapat diartikan mengandung pengertian: (a) Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai pemerintah karena telah berpegang pada hirarki dan jenjang jabatan; (b) Cara bekerja atau pekerjaan yang lamban, serta menurut tata aturan (adat, dsb) yang banyak liku-likunya, dan sebagainya.
Menurut Blau dan Meyer, birokrasi adalah jenis organisasi yang dirancang untuk menangani tugas-tugas administrasi dalam skala besar serta mengkoordinasikan pekerjaan orang banyak secara sistematis.
Birokrasi adalah kekuasaan yang didasarkan pada peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip ideal bekerjanya suatu organisasi. Pelaksanaan birokrasi setiap negara berbeda-beda tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut oleh setiap negara. Dengan begitu birokrasi di Negara maju tentu akan berbeda dengan birokrasi di Negara berkembang.

Birokrasi Negara Maju
Birokrasi negara maju akan menunjukan pada titik tertentu sebuah tingkat keprofesionalan yang tinggi, baik untuk mengidentifikasi maupun melayani berbagai kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Karena sistem politik di negara maju secara keseluruhan sudah stabil dan matang, serta birokrasi sudah sangat berkembang, maka peran birokrasi pada proses-proses politik sudah jelas dan teratur dan berada dibawah kontrol yang efektif dari lembaga-lembaga politik yang secara fungsional menangani hal tersebut.
Karakteristik birokrasi negara maju contohnya Jepang, yang menarik dan unik adalah adanya birokrat pemerintah nasional yang dapat “dipinjamkan” kepada pemerintah lokal yang dapat memberi kesempatan untuk saling bertikar pengalaman dan menjaga hubungan antara dua level pemerintah ini. Dalam hal perekrutan pegawai negeri sipil, perekrutan dalam institusi pelayanan pemerintah berdasarkan sistem ujian kompetitif atau dengan evaluasi personal. Dalam kepegawaian, PNS jepang menempati posisi profesional dan kelompok elit.
Kuatnya sistem kontrol dari sistem-sistem lainnya (hukum atau yudikatif, legislatif, dan sosial masyarakat dengan berbagai kelembagaannya) terhadap perilaku birokrasi pemerintahan dan juga partai politik yang berkuasa (the ruling party) “memaksa” birokrasi pemerintahan dan partai yang berkuasa untuk berupaya memperbaiki kinerjanya. Tidak jarang kesalahan yang tampak kecil yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan, dapat menjadi isu sosial dan isu politik yang besar, misalnya masalah ketidakadilan dalam alokasi anggaran pendidikan atau masalah pelayanan sosial yang dianggap lambat, dan kasus suap yang dapat membawa ke pengadilan tidak saja pegawai yang menerima suap tetapi juga masyarakat yang memberikan suap tersebut.
Namun demikian, kelemahan-kelemahan tersebut akan dengan mudah diperbaiki oleh aparatur pemerintahannya. Kesadaran aparatur pemerintahan tentang peran dan fungsinya serta kesadaran untuk selalu mencari yang terbaik bagi sistem administrasi negaranya adalah merupakan salah satu faktor utama mengapa reorientasi, revitalisasi, atau reformasi birokrasi pemerintahan tampak demikian mudah dan cepatnya dilakukan oleh negara-negara maju.

Birokrasi Negara Berkembang
Birokrasi di kebanyakan negara berkembang cenderung bersifat patrimonialistik : tidak efesien, tidak efektif (over consuming and under producing), tidak obyektif, anti terhadap kontrol karena orientasi dan kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum lebih pada melayani pemerintah, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi telah menjadi instrumen politis dengan sifat sangat otoritatif dan represif.
Ciri dari birokrasi negara berkembang yaitu:
1. Administrasi publik bersifat elitis, otoriter, menjauh atau jauh dari masyarakat dan lingkungannya serta paternalistik.
2. Birokrasinya kekurangan sumber daya manusia (dalam hal kualitas) untuk menyelenggarakan pembangunan dan over dalam segi kuantitas.
3. Birokrasi di negara berkembang lebih berorientasi kepada kemanfaatan pribadi ketimbang kepentingan masyarakat.
4. Ditandai adanya formalisme, yaitu gejala yang lebih berpegang kepada wujud-wujud dan ekspresi-ekspresi formal dibanding yang sesungguhnya terjadi.
5. Birokrasi di negara berkembang bersifat otonom. Artinya lepas dari proses politik dan pengawasan publik. Administrasi publik di negara berkembang umumnya belum terbiasa bekerja dalam lingkungan publik yang demokratis. Dari sifat inilah, lahir nepotisme, penyalahgunaan wewenang, korupsi dan berbagai penyakit birokrasi yang menyebabkan aparat birokrasi di negara berkembang pada umumnya memiliki kredibilitas yang rendah.
Di negara berkembang, keseragaman atau kesamaan bentuk susunan, jumlah unit, dan nama tiap unit birokrasi demikian menonjol dalam stuktur birokrasi pemerintah. Meskipun struktur birokrasi di negara berkembang sudah hirarkis, dalam praktek perincian wewenang menurut jenjang sangat sulit dilaksanakan. Dalam kenyataanya, segala keputusan sangat bergantung pada pimpinan tertinggi dalam birokrasi, sementara hubungan antar jenjang dalam birokrasi diwarnai oleh pola hubungan pribadi.
Secara mendasar, jabatan fungsional akan berkembang dengan baik jika di dukung oleh rumusan tugas yang jelas serta spesialisasi dalam tugas dan pekerjaan yang telah dirumuskan secara jelas pula. Selain itu, masih banyak lagi aspek-aspek lain yang menonjol dalam birokrasi di negara berkembang, diantaranya adalah perimbangan dalam pembagian penghasilan, yaitu selisih yang amat besar antara penghasilan pegawai pada jenjang tertinggi dan terendah.