Rabu, 01 Desember 2010

Pemilihan Kepala daerah

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah di Indonesia dilakukan secara langsung oleh warga Negara Indonesia yang sudah memenuhi syarat. Kepala daerah yang memimpin provinsi disebut dengan gubernur, kabupaten dipimpin oleh bupati dan kota dipimpin oleh walikota. Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, peserta pilkada adalah pasangan calon yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik. Ketentuan ini diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa peserta pilkada juga dapat berasal dari pasangan calon perseorangan yang didukung oleh sejumlah orang. Undang-undang ini menindaklanjuti keputusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan beberapa pasal menyangkut peserta Pilkada dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Salah satu pilar demokrasi adalah keberadaan partai politik karena dalam pemilihan umum yang menjadi kunci bagi demokrasi tidak akan terselenggara tanpa keberadaan partai politik. partai politik idealnya berfungsi sebagai penyalur aspirasi politik, medium komunikasi dan sosialisasi politik, serta pengendali kontrol konflik yang terjadi pada masyarakat. Keberadaan partai politik dalam sebuah negara, selain sebagai instrumen utama untuk berkompetisi memperebutkan kekuasaan, diharapkan juga mampu menjadi artikulator dan aggregator kepentingan rakyat. Dimana, dianggap bahwa kepentingan dan aspirasi masyarakat yang beragam akan sia-sia jika tidak diakomodir bersama aspirasi senada dalam satu wadah yang dapat menampung kemudian menyalurkannya. Maka, eksistensi partai politik ditempatkan sebagai entitas perantara antara kepentingan masyarakat dengan pemerintah sebagai pembuat kebijakan (policy maker).
Pemilihan Kepala daerah secara langsung akan menjadi medan pembuktian bagi partai politik untuk menunjukkan performa yang bagus untuk mendorong sifat rasionalitas pemilih menuju budaya politik demokratis, dan semoga kelak parpol bisa mengarahkan pemilih pada pertimbangan rasional, seperti kualifikasi track record, kapabilitas, dan program calon kepala daerah, dan tidak lagi partai politik primordial yang mendorong masyarakat memilih karena atas pertimbangan hubungan agama, suku, dan kesamaan budaya.
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan partai politik, dalam rangka penguatan peran partai politik dalam kaitannya dengan Pilkada secara langsung antara lain: Pertama, hal yang mendasar yang harus dilakukan adalah perubahan paradigma, khususnya menyangkut peran partai politik dalam Pilkada. Partai politik harus melihat Pilkada secara langsung bukan semata-mata masalah proyeksi kekuasaan; berapa jabatan kepala atau wakil kepala daerah yang akan diperoleh; berapa dana yang akan disetor oleh kepala daerah yang didukungnya untuk Pemilu yang akan datang. Adalah wajar jika partai politik melakukan perhitungan tentang seberapa popular dan seberapa besar peluang calon yang mereka dukung atau tentang berapa daerah yang mereka targetkan untuk dimenangkan serta cara mencapainya. Akan tetapi, dengan kembali pada latar belakang mengapa Pikada secara langsung diselenggarakan, maka partai politik seharusnya dapat melepaskan diri dari cara pandang miopis yang menjebak dalam persoalan yang begitu pragmatis dan sempit. Partai politik harus mampu melihat dalam frame lebih luas bahwa Pilkada langsung adalah bagian dari proses konsolidasi demokrasi di Indonesia. Kompetisi yang fair dan hadirnya calon-calon yang berkualitas akan melahirkan pemerintahan daerah yang baik dan pada akhirnya akan memupuk kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi dan peran partai politik di dalamnya.
Kedua, partai politik harus bersungguh-sungguh berusaha menawarkan pasangan calon terbaik, yaitu calon yang memiliki kapabilitas sekaligus integritas kepemimpinan. Pertimbangan pencalonan bukan semata-mata popularitas atau modal yang dimilikinya, meskipun keduanya memang penting dan tidak dapat diabaikan untuk mobilisasi perolehan suara. Namun, dengan orientasi politik jangka panjang, partai politik seharusnya mempertimbangkan dengan sangat serius kesesuaian visi, misi, dan program calon dengan platform partai, karena kinerja calon sebenarnya merupakan representatif partai politik dalam mengejawantahkan blueprint mereka tentang pemerintahan.
Ketiga, peran partai politik dalam memobilisasi dukungan harus mendewasakan pemilih melalui pilihan isu dan cara yang bijak, terutama terkait dengan kemungkinan konflik di tengah masyarakat. Masing-masing daerah mempunyai karakteristik tersendiri dan partai harus cerdas memilah mana yang layak dan tidak untuk ditawarkan kepada pemilih. Adalah tugas partai politik sebagai mesin pemenangan dalam Pilkada untuk memenangkan calonnya. Akan tetapi, hal ini tidak berarti semua cara menjadi boleh untuk digunakan,meskipun memang aturan dan perangkat yang ada belum memadai.
Bila dilihat dari sudut pandang penyelenggraan pilkada langsung ini, maka akan terdapat pihak-pihak yang terlibat baik sebagai penyelenggara, penanggung jawab, peserta dan pemilih (voter) yang berbeda ketika pilkada berada ditangan DPRD. Berdasarkan undang-undang yang baru tentang pemerintahan daerah, pihak penyelenggara pemilu adalah Komisi Pemilihan Umum Daerah. Dalam hal ini telah terjadi pemutusan sifat independen, mandiri dan sifat nasionalnya. KPUD ini bertanggung jawab pada DPRD. KPUD sebagai lembaga independen dan nasional diserahi tugas seperti penerimaan tugas otonom, hal ini menimbulkan pertanyaan dalam hubungan ketatanegaraan di Indonesia.
DPRD merupakan penanggung jawab Pilkada langsung karena pintu pertanggungjawaban penyelenggaraan berada ditangannya. Penganggaran dan pelaporan pelaksanaan pilkada langsung berada di DPRD. Sementara di lembaga ini terdapat fraksi yang pada dasarnya merupakan kepanjangan tangan dari partai politik sesuai dengan jenjang hirarkhinya. Tentunya hal ini akan mengakibatkan adanya polarisasi DPRD sebagai lembaga penanggung jawab pilkada langsung di satu sisi dan sebagai kepanjangan partai politik yang melakukan penjaringan calon pasangan kepala daerah. Conflict of interest kemungkinan tidak bisa terhindarkan, dan bila terjadi tentu saja akan mengurangi kadar demokrasi lokal yang partisipatif yang baru mulai dibangun.
Elit-elit partai politik dalam hirakhi local, mereka ini merupakan partai politik yang memiliki 15 per sen kursi di DPRD. Parpol ini akan melakukan penjaringan calon pasangan kepala daerah, yang tentu saja memiliki kewenangan penuh untuk meloloskan atau tidak calon pasangan tadi. Hal ini dimungkinkan karena satu-satunya pintu bagi pencalonan pasangan kepala daerah hanya melalui mereka.
Dalam pilkada yang sebenarnya merupakan pemegang kedaulatan politik dalam aras lokal adalah rakyat pemilih. Hak Politik mereka akan sangat menentukan kemenangan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. Jumlah pemilih yang menggunakan haknya secara sah yang mencapai 25 % akan mengantarkan pasangan calon menjadi elit eksekutif daerah. Lembaga eksekutif daerah juga berperan sebagai fasilitator dalam tahapan persiapan dan pelaksanaan pilkada langsung itu.
Dalam tahapan penyelenggaraan pilkada langsung, dalam UU No 32 tahun 2004 merunut pada tahapan pemilihan legislatif dan secara khusus pada pemilu presiden. Tahapan dimulai melalui berakhirnya masa jabatan kepala daerah, kemudian ke pendaftaran pemilih, pendaftaran calon peserta pilkada, kampanye dan pemungutan dan pengitungan suara, penetapan calon terpilih dan pelantikan calon terpilih sebagai pasangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Di dalamnya termasuk sosialisasi tahapan-tahapan tadi, yang secara garis besar terbagi ke dalam dua tahapan yaitu tahapan persiapan dan tahapan pelaksanaan.
Derajat kepentingan tahapan ini tentunya berbeda-beda diantara faktor-faktor yang berkaitan dengan pilkada langsung ini, bagi pemilih sebagai warga negara yang baik maka tahap pendaftaran pemilih, partisipasi dalam kampanye, dan tahapan pemungutan suara menjadi tiga tahapan penting disamping peka terhadap sosialisasi yang dilakukan oleh pihak penyelenggara. Bagi KPUD tentunya semua tahapan menjadi penting berkaitan dengan tugas dan kewajiban dalam mensuksekan tugasnya dalam pilkada langsung ini. Bagi DPRD tentunya juga sangat memperhatikan fungsi sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pilkada langsung ini terutama dalam penetapan anggaran, diferensiasi fungsi lembaga dan sebagai kepanjangan partai politik, juga dalam pemilihan panitia pengawas pemilu.
Peran partai politik sebagai penyandang fungsi sosialisasi, pendidikan, partisipasi dan rekrutmen politik merupakan media yang sangat efektif dalam memicu partisipasi politik rakyat daerah. Disamping itu, peran KPUD dalam sosialisasi tahapan pilkada langsung juga berpengaruh pada tingkat partisipasi politik dalamap pilkada langsung ini. Terpaan pendidikan politik dari berbagai agen dalam pilkada yang dilakukan dengan baik akan berdampak pada kontribusi partisipasi politik yang baik pula. Peran partai politik yang melakukan penjarinag calon pasangan dengan obyektif dan sesuai dengan kebutuhan rakyat dalam menentukan pempinan politik daerah, akan menarik minat rakyat daerah untuk berperan serta.